Gado Gado Dari Paris
Cerpen Karangan: Windy Febriani
Lolos moderasi pada: 14 April 2015
Waktu menunjukkan pukul 08.20, aku keluar dari kamar dan bergegas ke ruang dasar. Namun, aku tersentak heran ketika melihat Mama sedang duduk di kursi sambil memakan sesuatu yang sudah ku kenali jenisnya.
“Ma, kok pagi-pagi sekali udah makan gado-gado sih?”
“Mmmm… ini bukan gado-gado biasa yang sering kita makan di warungnya pak karna,” jawab Mama sambil terus memakannya tanpa sedikitpun menoleh ke arah ku. “gado-gado ini bisa dimakan kapanpun dan di manapun. Kamu harus coba, sini!” ucap Mama sambil menyuapkan sesendok gado-gado itu pada ku.
“Iiihhh… nggak ah! Windi belum sarapan, nanti sakit perut!” kataku sambil berjalan cuek ke arah luar. Sementara Mama tidak menghiraukan ucapanku tadi dan melanjutkan makannya.
Aku berjalan ke luar, niatnya membeli makanan untuk sarapan pagi ini. Tapi… aku terheran dan sedikit ingin tertawa ketika melihat sebuah warung kecil yang dikerubuti ibu-ibu dengan hanya terdapat sebuah meja kayu dan sayur-sayuran itu di teras rumahnya. Yang lucunya lagi, di situ terdapat spanduk kecil bertuliskan “GADO-GADO DARI PARIS”. “haaahhh? Mana ada gado-gado dari paris? Aneh-aneh aja.” Gumamku sambil tertawa kecil.
Aku melanjutkan pejalanan menuju ke warung sebelah untuk membeli roti dan susu instan. Di dekat warung itu, aku melihat dua orang ibu-ibu sedang berjalan sambil mengobrol.
“Ayo cepat jalannya. Nanti keburu habis,” ucap salah seorang ibu di antara dua ibu-ibu tersebut.
“Ah, elu tenang aja. Itu kan warung gado-gado baru, mana mungkin pagi-pagi sekali langsung habis.”
“Yah, elu gak tau sih! Warung gado-gadonya itu rame dan enak sekali. Gak heran kan kalo pagi-pagi langsung habis.”
“Ya udah. Ayo deh jalannya. Gue juga penasaran mau nyobain gado-gado dari paris itu.”
Lalu dengan tergesa-gesa, mereka berjalan dengan cepat ke arah tempat gado-gado di jual.
Aku sedikit heran, apa sih istimewanya gado-gado itu nyampe bikin rusuh ibu-ibu sekampung. Ah, udahlah. Gak penting juga mikirin kaya gituan. Aku melanjutkan berjalan ke arah warung bawah. Namun, sepertinya ada yang kurang dengan suasana pagi ini, warung Gado-gado pak Karna tutup dan gak seperti biasanya yang selalu ramai seperti gado-gado dari Paris.
“Bu, kok warung Gado-gadonya Pak Karna tutup, sih?” tanyaku pada pemilik warung besar di sebelah rumah pak Karna.
“Kan sekarang sudah ada warung Gado-gado baru, Neng. Jadi, Pak Karna mengalah saja, biar Warungnya yang tutup.”
“Oh, begitu.”
setelah dari warung besar itu, aku berjalan untuk pulang.
“Ma, gado-gado yang mama makan tadi itu beli di warung depan?” tanya ku pada mama yang sedang duduk di kursi depan rumah
“Iya, kenapa memangnya?”
“Nggak kenapa-napa kok, heran aja pagi-pagi udah rame sama gado-gadonya itu.”
“Kamu mau beli? Mau Mama belikan?” tanya Mama sambil akan mengeluarkan uang dari saku celananya.
“Eeehhh… nggak mau, Ma!”
“Loh? Kenapa? Gado-gadonya enak loh, murah lagi.”
“Nggak tertarik sama sekali, lagian baru mau sarapan,” kataku memelankan nada suara. “oh iya Ma. Itu beneran gado-gado dari Paris?.”
Lalu Mama tersenyum kecil menatap kepadaku. “Yaa, Mama gak tau apa-apa tentang itu. Yang Mama tau, gado-gado itu rasanya enak. tuh, kamu lihat aja warungnya dari tadi rame dan ngantri banget.” Kata Mama sambil menunjuk ke warung itu.
“Yaa, wajar aja lah warungnya rame gitu, itu kan warung baru. Jadi, rame itu bukan karena gado-gadonya enak, tapi si penjual itu punya trik yang bagus buat narik perhatian pembelinya Ma.”
“Ahh, kamu ini, omongannya kaya yang di sinetron-sinetron aja, terlalu dramatis.”
“Hehe… emang kenyataanya gitu Kok!” ucapku meninggalkan mama untuk menutupi malu. Sementara Mama hanya menggeleng-gelengkan kepalnya melihat tingkahku.
—
Lapaarr… lapaarr… teriak cacing-cacing yang ada di perut. Aku segera meminum susu yang sudah selesai ku buat dan ditemani dengan sepotong roti.
Karena ini adalah hari liburku sekolah. Jadi, hari tidak ada kegiatan apa-apa juga gak ada jadwal main sama teman-teman alias di rumah saja.
Waktu menunjukkan pukul 12.20 siang. Aku hanya duduk di kursi sambil mendengarkan musik dari heandsfree melalui handphoneku. Di rumah hanya aku sendiri dan mama pergi ke rumah Bibi untuk menjenguk kakek yang sedang sakit sementara ayah, seperti biasa kalau jam segini udah berangkat kerja.
Drrr… Drrr… Drrr…. suara handhone yang sedang ku pakai untuk mendengarkan musik itu tiba-tiba bergetar, segera ku lihat ada. Ternyata SMS dari Fika, teman SD ku dulu yang rumahnya di depan rumahku alias tetangga sekaligus adalah anak dari orang yang berjualan gado-gado dari PARIS itu.
Win, maen yuk! Bete nih hari libur gak ada temen
Lalu aku segera membalas
Maen kemana?
Tak lama kemudian Fika membalas kembali smsku tadi
Di rumah lo ada siapa? Gue punya CD sinetron baru nih
Karena aku sangat menyukai film-film sinetron indonesia, dengan semangat aku membalas smsnya
Gak ada siapa-siapa, gue sendiri. Iyah lo kesini aja, kita nonton bareng
Pesan terkirim.
Tak lama kemudian Fika datang ke rumahku sambil membawa CD sinetron yang disebutkannya tadi.
Hari ini aku dan Fika nonton bareng seharian, sinetron remaja tentang kisah cinta romantis dan menyedihkan itu cukup menghibur, membuat aku dan Fika terharu.
Satu jam… dua jam…. terlewati begitu saja tak terasa sinetron yang ditonton aku dan Fika itu selesai. Namun, Fika masih belum ingin kembali ke rumahnya alias masih betah di sini. “Malas ah, di rumah rame dan berisik sama pembeli gado-gado yang pada rebutan ngantri,” itu yang dikatakan Fika ketika ia tak ingin pulang. Ini dapat menjadi kesempatan yang luang buat aku bertanya.
“Emm… Fik, itu beneran Gado-gado dari Paris?” tanyaku pada Fika yang daritadi berdiam duduk di kursi depan rumahku. Tiba-tiba Fika tertawa kecut dan sepertinya menertawakan pertanyaanku itu.
“Lo mau tau yaa?” kata Fika berbalik tanya sambil bercanda cengar-cengir sendiri
Aku hanya mengangguk berharap Fika akan memberitahukannya.
“Nama GADO-GADO DARI PARIS ini adalah ide dari gue supaya bisa menarik perhatian pembeli dan penasaran untuk mencobanya. Lo tau nama ayah gue kan?” tanyanya yang tiba-tiba gak nyambung.
“Risfan” ucapku
“Nah, mungkin sekarang lo tau kenapa gado-gado itu di namakan Dari Paris?”
Aku masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan Fika lalu aku memberinya kode dengan menggelengkan kepala bertandakan aku masih butuh penjelasan. Tapi, tiba-tiba Fika tertawa dengan nada yang tinggi. Entah apa yang ia tertawakan sedangkan pikiranku masih penuh tanda tanya dengan tingkah Fika. Lalu, ia menghentikan tawanya dan mulai bercerita kepadaku.
“Gue tau kok apa yang ada di pikiran lo,” Fika menoleh ke arahku. “Pasti lo mikir kalo itu adalah beneran gado-gado bawaan dari paris gitu?”
“Iyaa..” aku mengangguk.
“Hahaha…. yaa, enggak lah! maksud dari nama itu. Jadi gini, gado-gado itu adalah gado-gado biasa yang sering kita makan di warungnya pak Karna dan di pasar pasar lainnya, hanya saja, yang jualannya itu Ayah gue yang bernama Risfan yang tadi lo sebutin.”
“Maksud lo apaan?” tanyaku yang dari tadi masih belum mengerti.
“itu adalah Gado-gado biasa, dan nama PARIS di ambil dari nama ayah gue yaitu Pak RISfan yang disingkat jadi nama PARIS. Sekarang lo ngerti, kan?”
Spontan aku tertawa, entah apa yang membuat aku tersentak seperti ini, dan kini aku bisa mengerti kenapa Gado-gado itu dinamakan dari Paris, yaitu gado-gado dari pak RISfan, “lumayan lucu” pikirku!
Selesai
Cerpen Karangan: Windy Febriani
Facebook: Windy D. Febriani
windy febriani
lahir: 24 februari 1999
twitter: @windhyfebri_
sumber:
http://cerpenmu.com/cerpen-kisah-nyata/gado-gado-dari-paris.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar